PPLH Seloliman – Ketersedian energi merupakan salah satu penggerak utama dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan, terutama dalam pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat. Permintaan energi diberbagai tingkatan masyarakat terus tumbuh dengan seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan terus bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Sampai saat ini rasio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 73%, sehingga sisanya merupakan daerah dengan rumah tangga yang belum teraliri listrik.
Di sisi lain, Indonesia juga memiliki potensi sumber energi yang ramah lingkungan dan terbarukan cukup besar, salah satunya adalah diwilyah Seloliman lereng sebelah barat gunung Penanggungan (1653 mdpl). Seloliman merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto. Sebagian besar wilayahnya adalah hutan lindung dan merupakan salah satu tempat matapencaharian penduduk sekitar hutan, dan untuk mata pencaharian utama para penduduk adalah petani. Dan saat ini para penduduk telah banyak beralih menjadi kuli bangunan dan karyawan pabrik.
Dengan lokasi yang terpencil serta jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak dan berpencar-pencar, terutama dusun Janjing yang terletak di bukit dan terpisahkan oleh dua sungai besar yakni sungai Janjing dan sungai Maron. Dari kondisi tersebut hingga tahun 1993 dusun Janjing belum teraliri listrik dari PLN, dan baru tahun 1994 PPLH Seloliman menemukan gagasan untuk membangun PLTMH Kalimaron – Seloliman. Saat ini masyarakat dusun Janjing mempunyai peningkatan yang sama dengan dusun lain diwilayah Seloliman baik dibidang perekonomian, sosial dan ilmu pengetahuan.
Dari perjalanan beberapa tahun sejak adanya PLTMH Kalomaron Seloliman, ternyata tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutan. Pada tahun 1999 penebangan dan penjarahan hutan secara liar meningkat drastis. Hutan hanya menyisakan dilereng terjal saja, lokasi hutan beralih menjadi hutan pisang dan tanaman palawija. Sejak saat itu terjadilah alih fungsi lahan yang mengancam keberadaan hutan lindung, berkurangnya debit air, kekeringan dan tanah longsor saat musim hujan tiba. Dengan dampak yang semakin tahun meningkat serta mengancam pemukiman, PPLH bergerak untuk bersama-sama mengembalikan fungsi hutan yang telah hilang. Dengan kegiatan pemberdayaan dan pendampingan masyarakat selama kurun waktu 7 tahun, hutan lindung telah lebat kembali dan masyarakat tepi hutan dapat hidup dengan tenang.